Laporan Lapangan di Lokasi Banjir Luwu Utara

Dibuat oleh; Tim Lapangan Perkumpulan Wallacea

Banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara terjadi pada Senin malam tanggal 13 Juli 2020 dengan meluapnya 3 (tiga) sungai, yaitu Sungai Masamba, Sungai Radda/Meli, dan Sungai Rongkong. Berdasarkan pembagian Daerah Aliran Sungai (DAS), ketiga sungai tersebut terbagi dalam 2 DAS yaItu DAS Baliase dan DAS Rongkong.

Kecamatan yang terkena banjir bandang sebanyak 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Masamba, Kecamatan Baebunta, Kecamatan Baebunta Selatan, Kecamatan Sabbang, dan 2 kecamatan di pesisir yaitu Kecamatan Malangke dan Kecamatan Malangke Barat. Sementara material yang terbawa banjir bandang berupa pasir, batu, lumpur dan kayu.  Banjir menimpa Kota Masamba Ibukota Kabupaten Luwu Utara dan perkampungan di beberapa desa, lahan pertanian sawah, lahan kebun kakao, dan  kebun sawit di sepanjang aliran ke tiga sungai tersebut.  

Hari pertama banjir, Selasa, 14 Juli 2020, sekitar pukul 11.30 WITA, Tim Perkumpulan Wallacea tiba di lokasi banjir tepatnya di Kelurahan Bone Tua lingkungan Pontaden yang berada di sisi kiri sungai Masamba dari arah hulu. Kami langsung ke Bone Tua karena rumah Asrul yang juga staf Perkumpulan Wallacea berada di lokasi tersebut.

Menuju Lokasi Bencana

Hari itu jalan Trans Sulawesi putus total karena jalan poros di Desa Radda, tertimbun lumpur. Poros jalan ini adalah jalan utama Trans Sulawesi. Warga memperkirakan, material lumpur dan tumpukan kayu yang menutup jalan poros Radda setinggi dada orang dewasa.

Kami tertahan di Desa Radda, sekitar 1 kilometer dari jembatan Radda. Terlihat sekelompok pemuda berbaris di tengah jalan menahan semua kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Termasuk para pejalan kaki yang bermaksud ke lokasi bencana sambil mengangkat handphone tinggi-tinggi untuk merekam kejadian saat itu.

‘’Hanya sampai di sini pak. Tidak bisa tembus Masamba. Janganmi terus. Balikmiki di sini. Lagi ada pencarian korban dan beko yang kerja membersihkan timbunan lumpur.’’ Ujar Rizal yang menemui kami, sembari menyarankan “Kalau mau ke Masamba belok ke arah Salulemo”. Rizal dan beberapa pemuda terus menyampaikan ke pengendara yang lain. Mereka terus mengarahkan orang-orang yang hendak melihat keluarga mereka yang terkena dampak banjir di Desa Meli dan Radda supaya langsung belok kiri ke arah perkebunan sawit. ‘’Semua keluarga di Radda dan Meli sudah mengungsi di atas pak. Kalau mauki lihat keluargata, belok kiriki ke atas,’’ ujar seorang pemuda sambil menunjuk jalan ke lokasi pengungsian. Warga lebih akrab menyebut lokasi pengungsian itu dengan sebutan Panampung.

Tidak lama, terdengar sorakan, “minggir-minggir.’’ Dari arah suara itu, muncul tim evakuasi dari TNI dibantu warga yang bergegas membawa mayat terbungkus plastik hitam. Mereka terus berteriak “mobil-mobil” lalu berhenti sejenak menunggu mobil pick up yang segera menjemput dan mengantar mayat itu ke Puskesmas Baebunta. Memang fasilitas kesehatan inilah yang paling terdekat dari lokasi evakuasi. 

Iksan, pemuda dengan rambut cat merah, berbaju hitam pudar dengan gambar arah mata angin pada dada, menambahkan “ini sudah tiga mayat yang didapat. Barangkali masih banyak pi disana. Masih terus dicari ini, rumah juga banyak yang terendam lumpur, hampir mi sampai di atap. Jadi, kalau mauki ke Masamba putarki saja lewat Salulemo”.

Kamipun putar balik kendaraan. Di pertigaan masuk Salulemo terlihat iringan kendaraan belok kiri. Kami mengikuti iring-iringan kendaraan yang padat merayap.  Jalan aspal sempit selebar 6 meter yang selama ini jadi jalur singkat menuju Malangke, tidak mampu lagi memuat kendaraan yang berpapasan di atasnya. Siang itu, hampir semua kendaraan dari arah Palopo ke Masamba atau Malangke maupun sebaliknya terkonsentrasi melewati jalan alternatif ini.

Kemacetan terjadi saat sampai di tempat terperosoknya Bus Borlindo dari Morowali ditambah Truk 10 roda yang melintas dari arah Masamba.  Seharusnya jarak tempuh Radda ke Masamba hanya sekitar 8 kilometer, karena berputar sehingga harus menempuh kurang lebih 20 kilometer.

Masamba yang Luluh Lantak

Kota kelahiran kiper andalan kesebelasan Indonesia, Syamsidar, mendadak macet. Jalan Lingkar Kappuna-Lingkar Utara menjadi alternatif. Meski terbilang lebar, tapi kemacetan tetap terasa. Jalur alternatif ini melalui Baebunta, Salulemo, hingga tembus di jalur dua perempatan Simpurusiang, yang familiar di sebut warga dengan lampu merah Kurri-Kurri. Arah kanan menuju Malili Kabupaten Luwu Timur. Ke arah kiri yang menuju jembatan Sungai Masamba dan Bandara masih tertutup. Polisi dan petugas Dishub sibuk mengarahkan kendaraan. Kami terus naik searah jalan menuju Kantor Gabungan Dinas-Dinas dan Kantor Bupati.

Di Pontaden, nampak warga sibuk mengangkut barang-barang yang masih bisa diselamatkan. Terlihat baju warga basah bercampur lumpur karena air masih deras mengalir meski melintas. Den Kullung om? nama kecil Asrul-kawan se kantor di Perkumpulan Wallacea ‘’Oh Kullung, ada tadi disini, tapi kearah jembatan Masamba tadi sama temannya, empat motor itu. Tidak lama mi kembali itu,’’ kata pria parubaya dengan mantap, yang kakinya penuh lumpur dan sudah mau mengering.

Nomornya sejak di perjalanan menuju Kota Masamba memang selalu gagal saat kami hubungi. Ternyata listrik padam adalah salah satu penyebabnya. Sebagian warga mengaku, jika jaringan yang baik untuk saat ini adalah jaringan XL. Sementara jaringan Telkomsel down dan baru normal kembali pada sore hari menjelang magrib.

Syamsul, warga setempat yang kami jumpai di dekat pondok Pesantren Al-Fatah Cabang Masamba Kabupaten Luwu Utara menuturkan, “Inikan dataran tinggi, tidak masuk akal air akan sampai kesini. Waktu banjir pertama air hanya di bagian bawah. Ternyata tadi malam, be.. air meluap. Saya punya adik itu hanyut, alhamdulillah selamat. Di masjid itu tiga orang, saya punya ipar dua, dan yang disana itu yang pakai sarung-sarung, itu yang hanyut tadi malam. Penuh lumpur hidungnya dan mulutnya, alhamdulillah selamat dan hidup. Jadi, dibawah jembatan sungai Masamba, terputar i di bawah. Ada bayi yang mau dia selamatkan. Tapi air deras jadi susah, yang menolong selamat dan yang bayi hanyut, belum ditemukan sampai sekarang. Di atas kasur itu bayi.”

Sembari menghisap sebatang rokok yang terjepit di antara jemari telunjuk dan tengahnya, ia melanjutkan cerita. Menurutnya, data-data masih kontroversi. Belum ada yang jelas. Masih mau di cek ke Rumah Sakit semua dulu. Ada yang dinyatakan hilang, ternyata sudah ditemukan. ‘’Yang dua teman itu ada mi tadi saya lihat. Kecuali Ustdaz Anas, tertimbun barangkali di pondokan yang dibawah itu atau terbawah arus. Barangkali yang meninggal ada lima orang. Tapi, lebih jelasnya di anuki ambil datanya, di posko induk,” ujarnya sembari menunjuk kearah Kantor Bupati Luwu Utara.

Setelah bercerita dengan Syamsul, rasa penasaran akan musibah semakin tinggi. Kami memberanikan diri terus melewati air yang mengalir di kompleks setinggi lutut hingga sampai di tepi sungai Masamba. Taman Sulikan diseberang sungai sudah tidak adalagi akibat timbunan material pasir. Hanya masjid yang berwarna hijau yang masih berdiri kokoh. Itupun sebagian dimasuki pasir.

Rumah-rumah warga luluh lantak. Serpihan batang-batang kayu yang tersapu air dari hulu tertumpuk di gang kompleks dan di halaman rumah warga. Kendaraan roda empat terperangkap pasir. Sebagian kendaraan roda dua turut tertimbun. Air yang dulunya jernih, kini berubah keruh. Fasilitas-fasilitas umum di Pontaden rusak. Terlihat  SD Negeri 147 Indokoro hancur dan terimbun pasir. Sementara masjid yang beratap merah telah bergeser sepanjang 20 meter dan hanya menyisakan kubah.

Meski suasana masih terasa mencekam, derasnya arus air yang menggenangi kompleks tak menjadi penghalang bagi kami yang mengejar gambar. Kami tetap memberanikan diri menyisir hingga ke bibir sungai Masamba yang mengamuk semalam. Tumpukan pasir yang di bawah oleh gerusan air semalam sangat cepat memadat. Berjalan diatasnya tidak sedikitpun kaki terjerembab. Namun kami tetap waspada, karena itu jauh lebih baik.

Meninggalkan bibir sungai, kami masih banyak menemukan para warga mengangkut barang-barang berharga milik mereka. Televisi, lemari es, mesin cuci, motor yang telah penuh lumpur pasir, hingga kasur yang telah basah dan beberapa perabot dapur lainnya. Sebagian ada juga yang menitikkan air mata, sebagian lainnya sedih mengenang kejadian yang menimpa tempat mereka bermain dan dibesarkan.

Setelah menyerahkan bantuan sembako dan air mineral di rumah Pak Atang Kepala Lingkungan Pontaden yang juga keluarga kawan kami Asrul.  Sebagian anggota rombongan Perkumpulan Wallacea pun balik menuju Kota Palopo. Sementara dua Staf lapangan Perkumpulan Wallacea melanjutkan assesment di beberapa lokasi bencana dan mengupdate situasi. (#)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea