Lokakarya Wujudkan Kedaulatan Rakyat Atas Ruang di Kabupaten Luwu Utara

Perkumpulan Wallacea – Reforma Agraria adalah salah satu Issu Krusial yang menggelinding di Indonesia, Sebuah cita cita besar yang hingga saat ini perwujudannya belum mendapatkan titik terang di Negara ini. Sebaliknya, yang banyak disuguhkan oleh media bukan Reforma Agraria, melainkan Konflik Agararia yang terus terjadi, bahkan cenderung meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun, baik itu antara petani atau Masyarakat adat dengan Perkebunan besar, antara Masyarakat lokal dengan Korporasi asing, dan lain sebagainya.

Upaya Rakyat untuk mendapatkan Jaminan terkait Hak atas Ruang (Tanah) Hidupnya semakin jauh dari harapan karena banyaknya kebijakan yang lebih mementingkan kepentingan investasi kemudian mengabaikan Hak Hak Atas Tanah bagi Rakyat, Kondisi ini masih tetap dirasakan oleh Masyarakat Adat maupun Masyarakat Lokal, Sumber Sumber penghidupan seperti tanah yang telah dikelola secara turun temurun diperhadapkan pada Hukum Positive Legalitas atas Tanah.

Hasil Konferensi tenure yang dilakukan oleh Koalisi Pegiat Reforma Agraria, mencatat sedikitnya 8.5 juta Ha lahan Masyarakat adat yang hilang/dirampas atas nama Negara untuk mendukung Kepentingan Investasi baik itu dari Sektor Pertambangan, Perkebunan Skala Besar dan Investasi lainnya.

Sementara disisi lain, Negara mengklaim telah mewujudkan Reforma Agraria melalui Redistribusi lahan dengan dikeluarkannya 2,96 Juta Sertifikat dengan rentang waktu 8 Tahun (2015-2023). Klaim Pemerintah terkait hal diatas banyak disorot oleh Praktisi dan Pegiat reforma Agraria, bahwa apa yang dilakukan oleh Pemerintah bukanlah Reforma Agraria tapi lebih banyak pada Aspek Legalisasi Aset dengan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Kecamatan Seko adalah salahsatu kecamatan yang terdapat di kabupaten Luwu Utara yang memiliki Konflik Agraria yang cukup Panjang dengan adanya HGU PT.Seko Fajar Plantation, HGU ini diterbitkan pada Tahun 1996 dengan Nomor SK HGU : 02/HGU/BPN/1996 seluas 22.539,11 Hektar. Kehadiran HGU PT.Seko Fajar Plantation dengan klaim wilayahnya, bukanlah berada pada tanah tanah kosong yang tak bertuan, karena seyogyanya Masyarakat Seko yang mendiami wilayah tersebut adalah Masyarakat Adat yang telah turun temurun berada di wilayah tersebut.

Kesadaran Masyarakat Seko timbul dengan adanya ancaman terkait ruang hidupnya adalah Ketika Perusahaan mencoba melakukan aktifitas di wilayah Masyarakat, sehingga Masyarakat Seko tercatat telah dua kali melakukan penolakan terhadap kehadiran Pihak Perusahaan PT. Seko Fajar dalam upaya perpanjangan HGU, yakni pada Februari Tahun 2016 dan November Tahun 2018.

Kondisi Faktual yang terjadi saat ini, Izin HGU PT.Seko Fajar Plantation telah berakhir sejak 16 Agustus 2020, dan hingga hari ini belum ada kejelasan terkait izin HGU tersebut. Ditengah ketidakjelasan tersebut, Masyarakat Seko justru dihadapkan dengan persoalan baru, yakni adanya rencana Pemberian Eks HGU PT.Seko Fajar Plantation ke Pihak Badan Bank Tanah, badan yang dibentuk dan diberi kewenangan khsusus oleh Pemerintah untuk menangani Persoalan Tanah.

Sementara itu, Kegiatan Lokakarya ini akan dilaksanakan pada Selasa, 19 Maret 2024 mendatang bertempat di Hotel Bukit Indah, Kota Masamba, Kabupaten Luwu. Dengan menghadirkan empat narasumber di antaranya, Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Luwu Utara, Sukirman, Sekjend Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, dan Perkumpulan HuMa Indonesia Wahidul Halim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea