Perumusan pelaksanaan mekanisme Free, Prior, Informed and Consent (FPIC) atau persetujuan bebas tanpa paksaan berdasarkan informasi yang lengkap terus dilakukan. Perkumpulan Wallacea bersama Pemerintah Daerah Kabuten Luwu Utara melakukan pertemuan dalam rangka membahas perumusan pelaksanaan mekanisme tersebut.
Ir. Rusdi Rasyid yang menjadi narasumber kegiatan mengatakan pembangunan itu tidak boleh meninggalkan masyarakat dan lingkungan dimana masyarakat hidup. “FPIC menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan membuat masyarakat sebagai pelaku utama,” katanya.
Lebih lanjut Rusdi Rasyid menegaskan, FPIC ini menekankan cara pandang pemerintah dalam menempatkan masyarakat dalam pembangunan sebagai hal yang utama. Hal ini sesuai dengan salah satu visi Kabupeten Luwu Utara yaitu pembangunan berdasarkan kearifan Lokal. Pembangunan itu tak boleh meninggalkan masyarakat dan lingkungan dimana mereka hidup.
Basri Andang Direktur Perkumpulan Wallacea menyatakan FPIC bisa menjadi jalan bagi resolusi konflik, mulai dari tingkat desa terkait investasi atau proyek pembangunan yang masuk disuatu desa. Namun memang perlu sosialisasi mengenai apa bagaimana mekanisme FPIC bisa dilakukan. “Tentunya mekanisme FPIC akan dibuat dalam Standar Operational Procedure (SOP) dan akan disampaikan kepada Masyarakat, Pemerintah dan Lembaga Adat, kedepannya bisa dimasukkan dalam Peraturan Bupati,” katanya.
Abdurrahman Nur, SH. MH saat kegiatan menyarankan akan lebih baik jika penerapan FPIC ini dilakukan di level yang paling bawah yaitu tingkat desa. “Penyerahan ke tingkat desa sebagai pengakuan peran dan keberadaan masayarakat, Uji coba itu akan menjadi bahan apakah memang mekanisme FPIC bisa menjadi istrumen yang mampu menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan melibatkan diri secara aktif dalam pembangunan di Tingkat desa,”ungkap Dosen Fakultas Hukum Unanda Palopo.
(Laporan Hajar Alfarisy)
