Hutan Adat Berkontribusi Selamatkan Hutan Indonesia dan Iklim Global

Menjelang berakhirnya perundingan perubahan iklim di Paris, 12 Desember 2015,  kemarin di Jakarta bertempat di Kantor Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup,  20 LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan dan Iklim Global meluncurkan Platform Keadilan Iklim: “Keadilan Iklim: Waktunya Rakyat Diberi Kepercayaan Menyelamatkan Hutan dan Iklim Global Perbaikan Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang Melampui Karbon”.

Pada peluncuran Platform itu, Dahniar Direktur Perkumpulan Hukum Berbasis Masyarakat (HuMa) menegaskan pentingnya hutan adat untuk menyelamatkan hutan yang masih tersisa dan iklim global.  Sejak dulu kearifan lokal masyarakat adat dan masyarakat lokal  melakukan adaptasi maupun mitigasi terhadap perubahan iklim.  Tinggal bagaimana pemerintah memberikan penghormatan dan pengakuan dari pemerintah terhadap kearifan lokal masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam  adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim.

‘’Pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar masyarakat adat/masyarakat lokal menjadi modal utama bagi rakyat untuk bisa terlibat secara aktif dalam penanganan perubahan iklim. Misalnya, hutan adat yang jadi harapan rakyat menjaga lingkungannya, namun jika tidak diakui maka akan terjadi kerusakan terhadap  lingkungan,’’ tegas Dahniar.

Senada dengan itu, Direktur WALHI Nasional, Abetnego Tarigan, selama ini penanganan perubahan iklim didominasi oleh perdebatan tentang karbon, sehingga inisiatif-insiatif masyarakat adat dan masyarakat lokal nyaris tidak terdengar. Padahal justru inisiatif seperti inilah yang pada faktanya lebih mampu menghadapi dan menangani krisis. Sektor swasta yang berbasiskan mekanisme pasar seperti carbon trading, justru mengalihkan solusi mengatasi perubahan iklim yang seharusnya mengubah cara-cara pembangunan global menjadi isu perdagangan, sehingga gagal mengatasi masalah perubahan iklim.

”Kita berharap perundingan tersebut dapat mencapai sebuah kesepakatan penting bagi masa depan bumi dan keselamatan manusia dari dampak perubahan iklim.  Dari perundingan tersebut ada perubahan yang signifikan bagi penanganan perubahan iklim dan perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan sumber daya alam yang berkeadilan, khususnya bagi masyarakat kelompok rentan seperti masyarakat adat-masyarakat lokal, petani, nelayan, perempuan dan anak-anak,” kaata Nego.

 

Koalisi ini juga menganggap perlunya kebijakan nasional terhadap perlindungan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil karena yang   paling rentan merasakan dampak dari perubahan iklim adalah masyarakat yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Arimbi Heroepoetri, Direktur debtWATCH Indonesia menegaskan, jika Presiden betul-betul berkomitmen, maka usaha perlindungan dan pemeliharaan wilayah pesisir tidak bisa ditunda lagi. Dalam jangka pendek perlu dilakukan moratorium reklamasi pesisir serta mendorong adanya langkah-langkah perlindungan dan pemanfaatan berbasis hak yang berkelanjutan. Bukan hanya itu, pemerintah juga harus menyiapkan alokasi pendanaan Negara untuk mempersiapkan daya  adaptasi masyarakat terhadap perubaahan iklim, bukan  harus menunggu bantuan dari luar negeri.

LSM yang tergabung dalam Koalisi  Masyaraakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan  Iklim Global adalah LSM yang memiliki perhatian dalam penyelamatan hutan dan iklim global,  seperti WALHI, Debt Watch Indonesia, HuMa, Green Peace Indonesia,  JKPP, PUSAKA, ICEL, AMAN, FWI,  KpSHK, Qbar, LBH Semarang-Perkumpulan Bantaya, LBBT Pontianak, RMI,  KoAGE, Perkumpulan Wallacea, IES TuK Indonesia.

Bersamaan dengan peluncuran Platform Keadilan Iklim tersebut, Koalisi juga melaksanaakan Climate Art Rally dengan tema, ‘’Dari Indonesia untuk Dunia.” (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea