Kemenangan Warga Kendeng

Oleh : Hajar Alfarisy

Dike12241417_1108636662494802_5960806855935281638_ngelapan malam mereka memulai perjalanan, sebelumnya obor telah dinyalakan, lalu redup dan mati. Perjalan menjemput keadilan warga kendeng dimulai dari 15 november 2015, malam yang dimana hati nurani datang bertamu kepada siapapun yang menyaksikan perjalanan mereka.

Langkah Kaki mereka mengetuk pintu kemanusiaan yang terkunci rapat oleh keserakahan. Mengetuk segala yang masih memampukan dirinya mengerti akan kebaikan yang mungkin sudah asing pada masa kini.

mereka diam dalam perjalanan, tak ada meghapohne memberitahukan kepada yang masih bisa mendengar, gerakannya mengetuk segala yang bungkam. Mungkin mereka dikatakan gila berjalan sejauh 120 km… tapi inilah kenyataan Kendeng Menjemput Keadilan.

Siapa yang gila, apakah mereka yang menyeru agar jiwa kemerdekaan itu dihidupkan? apakah mereka yang menuntut hak sebagai warga Negara? apakah mereka yang menuntut akan hak mereka agar kewajiban mereka mewariskan bumi yang lestari kepada generasi mereka terlaksana?

Bukankah yang gila itu adalah penguasa yang tidak memberikan ruang kehidupan bagi Rakyatnya? bukankah yang gila itu adalah mereka yang hendak merusak keseluruhan ekositem? pula mereka yang hendak menghilangkan sumber kehidupan masyarakat atas nama pabrik.

Bukankah diam tak bergerak adalah kegilaan yang nyata sebab ia adalah wujud perlahan bersepakat membunuh diri dan menghilangkan masa depan generasi selanjutnya, ini adalah kenyataan kendeng menjemput keadilan.

Senin pukul 10 siang warga kendeng singgah di kompleks pemakaman sunan kalijaga, mereka bersitirahat, kaki mereka ada yang luka sementara dokter mengobati mereka. peziarah lalu lalang, menziarahi wali, bukan hanya dengan mendatangi makamnya, tetapi menziarahinya dengan keutamaan nilai memperjuangkan keadilan, melawan tirani, bukankah para wali dulu adalah pengendali pesan keagaamaan selain itu mereka memutuskan kebijakan politik, bagiku warga kendeng meneruskan pesan bahwa bergama bukan untuk diam….. inilah kenyataan kendeng menjemput keadilan.

Sore, sebelum magrib saya menggabungkan diri bersama masyarakat kendeng, melakukan long march menuju semarang. Perjalanan melewati aspal, kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi seperti tak melihat bahwa ada manusia yang melewatinya, namun ada yang menarik teman teman dari buruh berdatangan membantu warga kendeng dalam perjalan, suatu ikatan yang bisa saja menjadi penanda bahwa buruh dan petani menyatu dalam suatu semangat yang sama, bahwa kehidupan yang layak dan berkelangsungan perlu diperjuangkan.

Hujan menjadi teman dalam perjalanan, langkah kadang melambat, tapi mereka tak pernah mengatakan mau berhenti berjalan. Sekitar jam 11 malam kami tiba di saung perbatasan demak dan kendeng, Dan iniah kenyataannya kendeng menjemput kadilan.

Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku, disanahlah aku berdiri jadi pandu ibuku, lagu kebangsaan itu diserukan, dipandu dengan seksama, ada hal yang berbeda dari tatapan dan kedipan mata, kadangkala keduanya bekerja secara tak sempurna, sesekali dengan menggunakan jilbabnya ibu ibu menyeka air mata yang mengalir karena menjiwai suatu semangat yang dipertemukan dengan apa yang mereka alami.

Air mata yang memasuki pori-pori kesadaran, mengalirkan sungai keberanian, bahwa tangisan itu bukanlah kelemahan, tetapi suatu kekuatan bahwa air mata kadangkala mampu mengalirkan air kebijaksanaan kepada setiap jiwa, juga mengalirkan kesadaran , semangat keberanian dalam jiwa seluruh masyarakat, dan pengusa yang menyaksikannnya.

Kita takkan pernah melihat pejabat negara kita ketika upacara bendera meneteskan airmata, sebab air mata bagi warga kendeng kali ini adalah air mata doa, perlawanan dan pencerahan, dan itu tak bisa hidup dalam kezaliman dimana kadangkala penguasa bermukim setia didalamnya……. Dan inilah kenyataannya kendeng Menjemput keadilan.

Negari ini bukan negeri seperti warisan, seperti memberikan harta yang dimilki kepada yang lain, tetapi negeri ini adalah negeri keadilan dan Negeri kemanusiaan. Mengapa dinegari ini kebenaran kalah dengan kebohongan, mengapa kebaikan dikalahkan oleh keburukan dan mengapa keadilan dikalahkan kezaliman, Jika kiamat tinggal satu hari maka bumi ini mesti kita harus pastikan tetap lestari, Jika kita punya pegunungan pertahankanlah, jika kita punya tanah pertahankanlah, jika kita tak punya tanah maka jagalah udara, sampai seterusnya bahwa yang kita perjuangakan adalah keberlangsuangan kemanusiaan secara menyeluruh.

perjuangan warga kendeng adalah perjuangan jawa tengah, juga perjuangan jiwa ke indonesiaan secara menyeluruh,,,, penggalan ini adalah semangat seorang yang dipanggil Gus, memberikan orasi ‘’’ dan inilah kendeng menjempu keadilan.

Massa bergerak menuju PTUN Semarang, dengan semangat kendeng menjemput keadilan, orasi silih berganti, kadangkala tak saya mengerti sebab menggunakan bahasa jawa, sejak jam 10 siang sampai hampir jam 6 malam keseluruhan tentang kebaikan diutarakan kepada siapa saja yang mendengar dan melihat dengan pengetahuan dan nurani, kadangkala shalawat dilantunkan dan Gunretno memberikan wejangannya,

Mendekati jam 6 sore saya ke warteg untuk makan, belum selesai melahap makanan nampak ibu ibu berlari kecil, tangan terkepal, banyak yang menyeka air mata haru, sepertinya ada kebahagiaan yang telah diketuk oleh Hakim dan memang benar Tuntutan mereka atas izin lingkungan PT SMS telah berhasil, Kini warga Kendeng Membawa Keadilan.

Selamat untuk warga Kendeng # Kendeng Menjemput Keadilan

(Semarang, 17 November 2015)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea