Kendeng Menjemput Keadilan
Oleh: Hajar Alfarisy
Malam tadi, ada keseluruhan semangat yang digelorakan, ada kesungguhan yang disuguhkan, dan ada hak yang hendak dipejuangkan, malam tadi long march dari pati menuju Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, long march sepanjang kurang lebih 100 km demi Kendeng menjemput keadilan (Senin, 16 November 2015).
Disebuah balai pertemuan sisi sampingnya terbuka puluhan orang berkumpul, disamping mereka kumpulan ratusan tas punggung yang terbuat dari karung berbentuk kotak dengan dua sisi samping diikat masing masing satu buah tiang dengan bendera merah putih dan ada bendera warna hitam, dibelakang tas tersebut tertulis kendeng menjemput keadilan, merekalah yang akan melakukan long march menuju Semarang mereka hendak mendengrakan putusan PTUN semarang mengenai izin lingkungan PT. Sahabat Mulia Sakti ( anak perusahaan PT. Indocement).
Ketika saya bertanya berapa jarak dari Pati ke Semarang mereka mengatakan ada sekitar 100 km, Dinegeri ini betapa jauhnya keadilan bagi rakyat, bagi mereka yang hendak hidup secara aman ditempat mereka dilahirkan sampai mereka harus berjalan kaki sedemikian jauhnya. Tetapi mereka antusias melakukannya. Berjalan menjemput keadilan bagi mereka adalah tugas mulia, ia merupakan tugas kerakyatan ketika pemerintah tidak memberikan hak bagi mereka.
Lalu keadilan apa yang jauh dari mereka ?
Bahwa Kendeng yang merupakan wilayah bentangan pegunungan mulai dari Tuban jawa timur, kabupaten Rembang, kabupaten Gorbogan, kabupaten Pati dan kabupaten Kudus Jawa tengah merupakan penyanggah kehidupan mereka sebab dari pegunungan inilah mereka memperoleh air, kehilangan sumber air akan mengakibatkan hilangnya hak dasar mereka, serta hilangnya mata pencaharian mereka sebagai petani.
Ahad malam pukul 21.00, ratusan orang telah berkumpul di Pati, tas-tas yang mereka buat satu persatu mereka kenakan, aku masih melihat gerakan tangan mereka memegang tas itu dengan penuh semangat, semangat menjemput keadilan, bendera merah putih berkibar lebih tinggi diatas dekat kepala mereka. Bendera merah putih yang dulu ketika mau dikibarkan dimasa penjajahan akan mengakibatkan orang kehilangan nyawa.
Dan kini dengan bendera merah putih tersebut, mereka hendak menjemput keadilan untuk Kendeng. Kini mereka membiarkannya menari dipunggung mereka sebab mereka pada dasarnya belum merdeka. Kemerdekaan bagi mereka saat ini adalah bahwa bendera dikibarkan lalu gelora perjuangan diserukan bersama sama dengan bahagia, mereka menuntut “Kendeng menjemput keadilan”.
Mereka membuat lingkaran, menyalakan obor, tembang dinyanyikan dan lirik tentang bumi pertiwi mereka mulai kisahkan. Bumi pertiwi memberikan kita kehidupan tempat tumbuh padi, tempat kita hidup kini kita bukan hanya melawan hama berupa tikus, atau yang lain tetapi pemerintah yang menghilangkan hak dasar rakyat. Maka mereka dihilangkan dari ibunya, lalu siapa yang tak akan marah, Kendeng menjemput keadilan.
Mereka lalu menyebut Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad. Sebuah kalimat yang diseru hanya pada satu ketuhan tekad akan kebaikan, didaerah ini para wali pernah menggelar sejarah Lalu dimana para ulama, para kyai, yang selalu mengucapkan shalawat. Apakah agama ditangan mereka menjadi lumpuh tak berdaya melawan kesewenang wenangan kekuasaan, bukankan agama hadir menyemai semangat perlawanan terhadap tirani, dan lihatlah di Kendeng petani menyeru dengan shalawat,… Kendeng menjemput keadilan
Jam 22.00 Malam mereka bergegas, bunyi kaki menderap tak teratur mulai terdengar, mereka merapikan diri, merah putih dikibarkan oleh mereka, ratusan orang berjalan kaki menuju Semarang demi mendengar putusan Hakim yang dianggap mewakili Tuhan, sekali lagi betapa jauhnya keadilan di negeri ini , dikegelapan malam rakyat berjalan menuntut keadilan, mengetuk nurani pemerintah, penegak hukum dan Juga kita semua, adakah yang peduli ….. Kendeng menjemput keadilan(*)
Cerita dari Alam
- Film Dokumenter
- Insights
- Komunitas Lokal
- Kreatifitas
- Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat
- Media Rakyat
- Membangun Gerakan Rakyat
- Mitra Perkumpulan Wallacea
- Pemberdayaan Perempuan
- Pendidikan Hukum Rakyat
- Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Agraria
- Pengetahuan Ekologi Tradisional
- Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif
- Perkumpulan Wallacea
- Perlindungan Anak dan Pemenuhan Hak Anak
- Radio Komunitas
- Wallacea
- World