Mekanisme FPIC Berdasarkan Nilai-nilai dan Kearifan Lokal Masyarakat Seko
Penerapan Free and Prior Informed Consent atau FPIC di Wilayah Seko sebagai salah satu mekanisme yang bisa dipakai untuk melindungi hak-hak masyarakat Seko yang berpotensial terkena pengaruh suatu proyek pembangunan, Perkumpulan Wallacea bersama Yayasan TIFA melakukan Penggalian Konsep FPIC Berdasarkan Kearfian Masyarakat Adat Seko. Penggalian ini dilakukan pada 3 wilayah adat besar, yaitu: Seko Padang, Seko Tengah, dan Seko Lemo. Penggalian ini dilakukan untuk mengetahui konsep FPIC dalam keseharian masyarakat Seko mengenal proses-prosesnya. Berikut ini hasil penggalian konsep FPIC yang dilakukan di Seko Padang, Seko Tengah, dan Seko Lemo, yaitu:
(A). Wilayah Seko Padang, seperti yang disampaikan Tubara Turong, Bapak B.Usman dan masyarakat, yaitu:
- Dalam proses Penyambutan orang-orang besar atau orang yang baru masuk di wilayah Seko, dikenal istilah Massolong :
- Jolong (wadah): Wadah seperti baki yang terbuat dari kuningan.artinya wadah tersebut menggambarkan wilayah Seko secara keseluruhan
- Beras Putih : Banyaknya beras diidentikkan denga jumlah masyarakat , Warna putih, kejernihan hati masyarakat Seko.
- Tiga Telur ; Dalam hal apapun Pemimpin adat, pemerintah, agama harus selalu bersinergi, termasuk dalam pengambilan keputusan yang sangat penting)
- Ayam Jantan Putih: diharapkan orang yang datang dapat membantu dan melindungi masyarakat Seko.
- Mekanisme Pengambilan Keputusan
- Pembangunan atau apapun yang akan dilakukan di Seko, harus melalui musyawarah atau bahasa lokalnya disebut mukobu (Tubara)
- Mekanisme Penyelesaian Sengketa Lahan
- Konflik klaim lahan yang terjadi antar masyarakat selamanya diselesaikan melalui peradilan adat dengan menelusuri darimana asal usul tanah/wilayah tersebut. Pola ini berlaku secara umum di Sembilan wilayah adat yang ada di Seko. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan:
Siapa yang membuka lahan pertama kali? Siapa yang menggarap terakhir? Siapa yang meninggalkan tanda? Apakah orang yang mengklaim lahan tersebut masuk dalam rumpun? Siapa yang pertama mengajukan surat ke pemerintah?
- Filosifi Tanah
- Di Seko tanah dikenal dengan Ina atau Ibu (tanah adalah Ibu)=itu tempat kita menente,hidup dari tanah,(Kebutuhan,kehidupan semua manusia). “
- Yang Nimamo oda=artinya di sayang.
- Tampo kahoneang sumusu” artinya,tidak boleh di perjual belikan,dan tidak boleh di perlakukan secara semena-mena.
- “Matikang uhai kuenung mallingualai kesetetampo” artinya,nanti kering air saya minum baru bisa kamu ambil itu tanah.
- Kearifan-Kearifan Lokal Tentang Perlindungan SDA
- Ketika masyarakat mau menebang pohon,terlebih dahulu menancapkan kampak di pohon itu untuk bermalam selama satu malam, jika besok pagi kampak atau alat pemotong itu tidak jatuh ke tanah maka penebangan kayu bisa di lanjutkan dan di lakukan, tapi jika kampaknya itu jatuh ke tanah maka penebangan pohon tidak boleh di lanjutkan. Ini di lakukan masyarakat, dan jika ada yang melanggar maka akan mendapat dampaknya, dan akan menanggung resikonya sendiri.
- Pohon bambu, itu tidak boleh di kelola tanpa kesepakatan aturan adat bersama.
- Wilayah: ada namanya pemekaran wilayah itu melalui kesepakatan semua ketua-ketua adat(Tubara),contoh misalnya ada namanya, PATUDU (Patok tapal batas,atau syarat larangan).
- sebelum turun ke sawah masyarakat musyawarah dulu kapan memulai turun sawah, sebelum memulai mengolah lahan, petani ke purenneang (tempat membuat alat pertanian), karena disini di tempatkan semua alat-alat pertanian di simpan. Dan hanya satu orang yang khusus bisa membuat alat pertanian
- Setiap orang yang mau masuk ke Wilayah masyarakat untuk tinggal misalnya, kami mengambil keputusan melalui musyawarah kampung mengumpulkan semua tokoh apakah menerima orang tersebut masuk atau tidak.
(B). Di Wilayah Seko Tengah:
- Pengambil keputusan:
- Tobara, berdasarkan kesepakatan masyarakat
- Mekanisme pengambilan keputusan
- Melalui musyawarah yang menghadirkan seluruh lapisan masyarakat
- Informasi Yang Dibutuhkan Masyarakat:
- Tujuan perusahaan
- Dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat
- Nama perusahaan
- Pemilik saham/perusahaan
- Luas wilayah yang akan dikelola
- Norma Khusus Perlindungan SDA
- Masuk kamar tanpa izin akan dikenakan sangsi adat dengan 1 ekor kerbau. Kamar dalam hal ini tidak hanya dimaknai sebagai kamar tidur, namun lebih kepada soal wilayah adat, karena menurut masyarakat wilayah adat Seko tengah adalah kamar bagi masyarakat Seko tengah, tempat segala kebutuhan berharga masyarakat.
- Masuk kolam tanpa izin pemiliknya akan dikenakan sangsi 1 ekor kerbau. Kolam tidak hanya dipahami oleh masyarkat sebagai kolam ikan namun juga terkait wilayah adat secara keseluruhan
- Masuk lumbung tanpa izin juga akan dikenakan sangsi adat 1 ekor kerbau. Wilayah adat diakui oleh masyakar sebagai lumbung, ataupun sumber kehidupan bagi masyarakat, karena itu siapapun tidak boleh ada yang masuk melakukan aktifitas tanpa se izin masyarakat.
- Yang Harus Ditemui Pihak Perusahaan Saat Memasuki Wilayah Masyarakat
- Melapor kepada pemerintah setempat
- Menghadap kepada pimpinan adat (Tubara, Tobara, Tokey, dan Tomakaka)
- Tugas pemerintah dan pimpinan adat untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang keberadaan pihakperusahaan
(C) Wilayah Seko Lemo:
- Hukum-hukum lokal terkait perlindungan sumber daya alam
- Pihak luar tidak boleh masuk melakukan aktifitas tanpa sepengetahuan masyarakat, khususnya tokoh adat
- Tidak boleh mengambil ikan di kolam orang lain dengan cara apapun tanpa sepengetahuan pemiliknya
- Tidak bolehkan merambah hutan secara serampangan
- Tidak boleh mengambil padi di lumbung orang lain tanpa izin
- Semua larangan-larangan ini apabila dilanggar akan mendapat sangsi 1 ekor kerbau.
- Pihak-Pihak Yang Dihadirkan Dalam Proses Pengambilan Keputusan
- Pengurus lembaga adat
- Tokoh agama
- Tokoh masyarakat
- Tokoh pemuda
- Tokoh perempuan
- Pemerintah setempat
- Dan masyarakat biasa
- Yang Harus Ditemui Pihak Perusahaan Ketika Masuk Ke Wilayah Masyarakat
- Pemerintah setempat
- Pemerintah setempat lalu mengkonsultasikan ke lembaga adat, setelah itu dilakukan musyawarah dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk mengambil keputusan bersama
- Kita sangat menghargai keberadaan pemerintah namun kita juga selaku masyarakat adat ingin dihargai
- Informasi Yang Dibutuhkan Masyarakat Terkait Keberadaan Perusahaan
- Apa tujuannya
- Nama perusahaan
- Apa dampaknya positif ataukah negatif bagi masyarakat
- Berapa tahun beroprasi
- Tempat/lokasi beroprasi (luasan wilayah yang akan di kelola)
- Dan terlebih dahulu seharusnya keberadaan perusahaan disampaikan ke masyarakat agar masyarakat tidak kaget apabila perusahaan tersebut melakukan aktifitas
- Mekanisme Pengambilan Keputusan
- Musyawarah dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat
- keputusan yang diambil harus sepengetahuan masyarakat
- Tomakaka (pimpinan adat) adalah penyambung lidah rakyat
- Seharusnya sebelum ada izin masuk ke wilayah masyarakat, harus ada persetujuan masyarakat terlebih dahulu
Koordinator Program, Rais Laode Sabania menyampaikan, hasil penggalian ini akan disusun oleh Tim Perkumpulan Wallacea menjadi sebuah mekanisme FPIC yang bisa dipakai di Wilayah Seko, kemudian membahasnya secara bersama antara masyarakat kepada semua pihak yang berkepentingan termasuk dengan Pemerintah Kabupaten Luwu Utara.
Menurutnya, harapan dari mekanisme FPIC ini, paling tidak masyarakat dapat menentukan sendiri seperti apa dan bagaimana pola pembangunan di wilayahnya, dan pengambilan keputusan yang berasal dari masyarakat sendiri dan tidak diatasnamakan oleh oleh suatu kelompok atau elit tertentu.
‘’Namun bagi yang belum memahami konsep ini, bisa saja dianggap penghambat pembangunan padahal justru sebaliknya FPIC akan memperkuat legalitas dan legitimasi sebuah proyek pembangunan,’’ tegasnya.
FPIC Dalam Konteks Kehidupan Sosial Masyarakat di Indonesia
Jika melihat kehidupan sosial dan budaya masyarakat di seluruh pelosok desa yang ada di nusantara ini, kita dapat menyimpulkan bahwa meskipun konsep FPIC ( Free, Prior Informed and Concent) atau kebebasan masyarakat menentukan pilihan tanpa paksaan pembangunan di wilayahnya setelah mendapat persetujuan dari masyarakat dengan memperoleh informasi secara lengkap dan terlibat dalam setiap proses perencanaan dari awal hingga pengaduan atas ketimpangan sebuah pembangunan di daerah, bukanlah sebuah konsep baru bagi masyarakat. Misalnya, di beberapa tempat, masyarakat menerapkan dalam kehidupan sosialnya, ketika ada sebuah proyek pembangunan yang akan masuk di wilayahnya, mereka telah mengatur kepada siapa saja pemilik proyek akan menyampaikan rencananya, kemudian keputusan akan diambil bersama dalam sebuah musyawarah.
Dalam Bernadinus Steny (2005), FPIC sebenarnya bukanlah introduksi konsep asing pada masyarakat pedesaan di Indonesia. Sejak lama, konsep ini mengakar pada tradisi dan kebiasaan masyarakat pedesaan di Indonesia. Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, klausula ini memberi jaminan bahwa masyarakat yang terkena dampak harus dimintai persetujuannya tanpa paksaan sebelum ijin kegiatan diberikan pemerintah. Negosiasi mendapatkan persetujuan itu harus didahului dengan pemberian informasi yang menyingkap keuntungan dan kerugian serta konsekuensi hukum atas suatu kegiatan tertent.
Free and Prior Informed Consent Dalam Pergulatan Hukum Lokal yang diterbitkan HuMa pada tahun 2005, Bernadius menyampaikan, FPIC bukan proses gelondongan atau sekali jadi, tetapi proses yang terus dilakukan tidak hanya ketika proyek hendak diusulkan tetapi juga pada saat proyek dilaksanakan hingga proyek berakhir. Artinya, setiap aktivitas dalam proyek yang berpengaruh terhadap komunitas harus menempuh proses FPIC. Komunitas memiliki hak veto untuk menentukan setuju atau tidak atau merumuskan opsi lain terhadap suatu proyek pembangunan tersebut. Jika tidak setuju maka pengajuan atau pelaksanaan proyek tersebut harus dihentikan. Jika ada opsi lain maka opsi-opsi tersebut harus masuk dalam kerangka perbaikan rencana atau implementasi proyek. (*)
Cerita dari Alam
- Film Dokumenter
- Insights
- Komunitas Lokal
- Kreatifitas
- Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat
- Media Rakyat
- Membangun Gerakan Rakyat
- Mitra Perkumpulan Wallacea
- Pemberdayaan Perempuan
- Pendidikan Hukum Rakyat
- Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Agraria
- Pengetahuan Ekologi Tradisional
- Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif
- Perkumpulan Wallacea
- Perlindungan Anak dan Pemenuhan Hak Anak
- Radio Komunitas
- Wallacea
- World