Perkumpulan Wallacea dan CRI Memfasilitasi Media Komunitas di Wilayah To Jambu

Laporan : Hajar Alfarisy (Koordinator Divisi Media dan Kampanye)

Palopo (Wallacea)_ Keberadaan media komunitas di Battang Barat menjadi sesuatu yang dianggap penting untuk mendukung ‘’Perjuangan Komunitas To Jambu’’ baik sebagai sarana mengkampanyekan proses dan kondisi yang terjadi di lapangan, juga menjadi sarana konsolidasi internal sesama komunitas.

Berangkat dari hal tersebut, Perkumpulan Wallacea bersama CRI merumuskan media komunitas yang cocok dipakai di Wilayah To Jambu melalui Workshop Mini Inisiasi Media Komunitas yang dilaksanakan di RW III Puncak Kelurahan Battang Barat (8/6) lalu.

Sebelumnya, tim Perkumpulan Wallacea, telah melakukan penggalian/identifikasi jenis media yang pernah ada dan dipakai masyarakat To Jambu, seperti Issong (semacam lesung tempat menumbuk padi yang menghasilkan bunyi dan masyarakat berkumpul pada sumber bunyi. Media ini tradisional dan dipakai orang tertentu), pertemuan warga di Banua Tangga(semacam rumah adat tempat membahas persoalan sosial kemasyarakat dan pembangunan pada masa lalu. Hanya saja Banua Tangga sudah tidak ada) namun sekarang dilakukan dengan cara pertemuan kampung, Hand Phone (HP) alat komunikasi modern hanya terbatas dengan signal sehingga belum efektif, media berbasis internet (media sosial dan website) sangat terbatas yang mengakses, dan tempat ibadah (masjid dan gereja) termasuk yang sering dipakai.

Media film yang juga diproduksi oleh Tokalekaju Film denga muatan materi lokal yang selama ini dikembangkan oleh Perkumpulan Wallacea mempunyai peran penting dalam mengkampanyekan praktek-praktek kearifan lokan To Jambu dalam pengelolaan sumber daya alam. Saat itu, masyarakat juga usulan media yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu media informasi berupa papan/poster yang menyampaikan hukum-hukum lokal yang berfungsi mengatur pengelolaan sumber daya alam.

Dari beragamnya media tersebut, akhirnya pada workshop ini dipilih media yang paling memungkinkan bisa dilakukan oleh komunitas sesuai kondisi saat ini. Media yang disepakati untuk dikembangkan di Wilayah To Jambu, yaitu papan Informasi dan buletin komunitas.

Papan informasi ini adalah media yang paling sederhana dan efektip, dengan media ini dapat melestarikan apa yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam memperjuangkan hak atas wilayahnya. Tulisan sejarah perjuangan itu perlu di tempel di papan informasi supaya konsolidasi warga lebih kuat.

Pada kesempatan itu, Sarwono pemimpin redaksi dari Suara Komunitas (SK) menyarankan, buletin akan efektip membantu sesama warga untuk saling membagi informasi dan kepada pihak luar tentang kegiatan terjadi di wilayah ini. ‘’Hanya saja bagaimana informasinya itu bukanlah informasi yang sulit, tetapi informasi yang ringan dan sederhana. Misalnya masalah pertanian, pembangunan, dan cerita perjuangan komunitas. Soal nama buletinnya, nanti disepakati bersama,’’ katanya.

‘’Akan lebih menarik jika, bulletin itu di sebar di warung-warung jadi orang singgah minum kopi sambil baca bulletin, dan terkait masalah souvenir, itu bisa di publis lewat bulletin atau tulisan, sehingga bisa menjadi sumber ekonomi,’’ ujar Ferdhi menambahkan.

Pada inisiasi media komunitas ini, masyarakat To Jambu melakukan simulasi mengelola papan informasi dengan menyiapkan bahan informasi dan menempelkan di papan informasi. Yang pertama, harus dilakukan adalah merumuskan muatan–muatan berita itu mulai dari aspek budaya sampai aturan–aturannya. Juga harus disepakatin informasi apa–apa yang boleh dan tidak boleh ditempel di papan informasi tesebut. Tujuannya agar orang yang menempel itu tidak sembanrang menempel berita atau pemgumuman. Akhirnya disepakati, informasi yang boleh ditempel di papan informasi, seperti aturan adat, pengumuman, produk lokal, aspirasi masyarakat, dan petuah-petuah

Senada dengan itu, Afrianto yang juga Eksekutif Program Perkumpulan Wallacea, menegaskan semua upaya yang dilakukan ini adalah bentuk kepedulian dan dukungan beberapa pihak terhadap cita-cita perjuangan masyarakat To Jambu untuk mendapatkan pengakuan melalui mekanisme Permendagri No.52 Tahun 2014. Keterlibatan teman-teman dari CRI menambah jaringan dan dukungan perjuangan masyarakat selama ini.

Saat ini, lanjutnya, berproses untuk mendorong pengakuan masyarakat Hukum Adat To Jambu dengan terus membangun komunikasi dengan Pemkot melalui Sekkot yang nantinya akan jadi ketua tim verifikasi. ‘’Saya harap keluarga kembali membuka ulang hasil-hasil dan aturan adat yang ada, karena jangan sampai nanti tiba waktunya sementara kita belum siap, ataukah berbeda yang kami sampaikan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat,’’ tutup Afri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea