Rusdi Rasyid : FPIC Dasar Legitimasi Pembangunan

15202488_372441036433563_6581371693368020964_n
Ir. Rusdi Rasyid menyampaikan pentingnya FPIC dalam proses pembangunan di Luwu Utara

Kedepan, pembangunan tidak hanya sekedar mempertimbangkan ‘kepatuhan’ regulasi, tapi harus disertai penguatan legitimasi dari masyarakat sehingga pembangunan selalu memposisikan masyarakat sebagai penerima manfaat dan tidak selalu memposisikan masyarakat sebagai penerima resiko. Hal ini disampaikan Ir Rusdi Rasyid M.Si  disela kegitan FGD  “membangun kesepahaman bersama tentang FPIC dan rekomendasi penerapanya” di Eleghant Hotel Masamba, Luwu Utara.

Menurut staf  Ahli Bidang Politik dan Pemerintahan Kabupaten Luwu Utara, Filosofi pembangunan harus berubah dari menempatkan masyarakat sebagai objek menjadi subjek pembangunan. Konsep Free Prior Informed Consent sejalan dengan Visi Luwu Utara yang menempatkan kearifan lokal sebagai landasan dalam peningkatan kualitas dan pemerataan pembangunan di Pemerintah Kabupaten Luwu Utara.

“Paling tidak FPIC menjadi “jembatan” untuk mengeliminir atau meminimalisir “konflik kepentingan” yang sering terjadi dalam proses pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan”. Ungkapnya.

15181618_372441249766875_501030775701760545_n
Rais Laode Sabania, Koordinator program  FPIC Berdasarkan Nilai-Nilai dan Kearifan Lokal masyarakat mengungkapkan bahwa selama ini, seringkali mekanisme FPIC dianggap sebagai penghambat pembangunan tetapi justru FPIC adalah lisensi sosial politik paling mendasar terhadap pembangunan. Tanpa FPIC, proyek pembangunan apapun bentuknya akan kehilangan legitimasi dari masyarakat (adat/lokal).

“kita berharap hasil penyusunan mekanisme FPIC berdasarkan nilai-nilai dan kearifan lokal masyarakat dengan mengambil wilayah Seko sebagai lokus ini, kemudian bisa menjadi panduan kebijakan bagi pemerintah Luwu Utara dalam pengelolaan sumber daya alam”.

Lebih lanjut koordinator PH2R mengungkapkan bahwa kearifan masyarakat bisa dihubungkan dengan proses pembangunan yang akan masuk di wialayah masyarakat. Di Seko ada model kearifan masyarakat Seko yang mengenal nilai dan semangat FPIC ini. “ Di Seko ada isitilah “Massolong” ritual penyambutan orang yang masuk ke seko.

Dalam ritual itu ; jolong (wadah) didalamnya ada 3 telur dan beras. Ada juga ayam jantan putih. 3 telur itu mewakili pemerintah, tokoh agama dan tokoh adat yang harus dilibatkan dalam setiap kegiatan,  beras menunjukkan banyaknya masyarakat,  sementara ayam jantan putih menunjukkan bahwa orang yang datang adalah orang baik yang akan membantu  masyarakat seko dan tidak akan merusak Seko. Tutupnya

Dalam kegiatan tersebut, terbangun kesepahaman bahwa FPIC bisa diintegrasikan kedalam Perda Perencanaan Pembangunan Partisipatif yang telah ada di Luwu Utara

(Laporan Hajar Alfarisy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea