(MASAMBA, WALLACEA)_Data desa yang valid menjadi suatu persoalan yang mengemuka saat kegiatan ”Lokalatih Pemetaan Partisipatif dan Geographic Information System Bagi SKPD” dilaksanakan di Masamba Kabupaten Luwu Utara yang diadakan oleh Perkumpulan Wallacea, JKPP dan Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) Tokalekaju bersama Pemkab Luwu Utara, Rabu (22/04/15).
Dalam penyusunan pagu anggaran desa, beberapa indikator sebagai dasar pertimbangan penetuan besaran anggaran harus dipenuhi yaitu luas wilayah, keterjangkauaan, dan kesulitan geografis.
“Saat kami menyusun pagu anggaran untuk setiap desa di Luwu Utara, Kami terkendala dengan data real luasan desa, data yang ada di Badan Pusat statistik berupa luasan wilayah desa tidak singkron dengan data peta kehutanan dan pertambangan. Bahkan di Desa Ladongi Kecamatan Malangke semua wilayahnya masuk dalam kawasan hutan,” ungkap Guntur Kasim peserta dari Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kelurahan (BPMDK).
Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Nasional JKPP Deny Rahardian menyatakan, sampai saat ini dari 74 ribu desa di Indonesia baru 19 % yang sudah dipetakan yang lainnya masih berupa peta indikatif.
“Kedepan memang perlu melakukan pemetaan wilayah desa, wilayah kelola rakyat, wilayah perlindungan untuk tercapainya kepastian hukum wilayah, kepastian hak kelola rakyat, serta keberlanjutan daya dukung alam sehingga perencanaan pembangunan bisa berjalan baik,” ujar Deny Rahadian.
Menurutnya, dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dipersyaratkan batas wilayah desa yang termuat dalam bentuk peta desa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati/ Walikota. Peta tersebut bukan lagi peta indikatif sebab akan dijadikan dasar dalam perencanaan pembangunan desa.
(Reporter : Hajar Alfarisy)
