Pemetaan Partisipatif Memperkuat Pengelolaan Ruang Pesisir dan Laut

PERKUMPULANWALLACEA.WORDPRESS.COM, PALOPO – Pengelolaan pesisir laut dan pulau-pulau kecil menjadi perbincangan hangat belakangan ini, tak terkecuali Teluk Bone di Sulawesi Selatan yang masih kurang optimal pengelolaannya.

Sadar akan hal tersebut, Perkumpulan Wallacea mengadakan DISKUSI SORE seri Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil dengan tema Implementasi Pemetaan Partisipatif dalam Pengelolaan Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil. Kegaiatan ini dilaksanakan dalam rangka peringatan 21 tahun Perkumpulan Wallacea sejak didirikannya pada 05 Juni 2000 dan 25 tahun Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP).

“Soal issu laut, wacana ini cukup luas, mungkin seluas lautan pula. Ada yang terkait biota lautnya, ekosistemnya, bagian bawah lautnya, juga bagian tepi lautnya. Laut dengan wilayah adat, atau dengan wilayah adminitrasi desa sangat berbeda. Pada wilayah laut, kita agak sulit menentukan mana punya kita secara kelompok atau personal karena laut ini milik bersama.” Demikian disampaikan Rahman Dako, selaku narasumber pada diskusi tersebut.

Nah hari ini, sambung Rahman Dako yang juga Ketua Badan Pengawas di Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (JAPESDA) Gorontalo, kita akan bicara soal tepi lautnya, karena bicara soal pemetaan partisipatif. Menurutnya, pemetaan partisipatif sangat bisa untuk digunakan mengingat semangatnya adalah pelibatan masyarakat dalam pemetaan. Termasuk penamaan biasanya lebih banyak menggunakan penamaan kearifan lokal. Pemetaan partisipatif menjadikan masyarakat sebagai pelaku utama pemetaan, sekaligus merencanakan peruntukan wilayahnya. Ini akan terkait dengan bagaimana masyarakat lokal mengakses dan mengontrol sumberdayanya, termasuk pesisir dan laut. Perdebatan yang selalu terjadi, di wilayah laut sebagai Common Property Resource/Common Pool.

“Tantangan pemetaan partisipatif dalam pengelolaan laut dan pulau-pulau kecil adalah bagaimana menentukan batas wilayah laut yang lebih rumit dibandingkan dengan wilayah daratan,” ujar Rahman Dako sembari menyampaikan pengalaman pemetaan partisipatif laut yang dimulai akhir tahun 1990-an yang telah dilakukan oleh Yayasan Kelola di Manado dan Yayasan Hualopu di Ambon.

Pemetaan partisipatif pesisir laut dan pulau-pulau kecil, sesuai pengalaman Rahman Dako akan memperkuat implementasi beberapa regulasi baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Perda Nomor 2 Tahun 2019 Tentang RZWP3K Sulawesi Selatan. Kenapa, sambungnya, karena berguna untuk perencanaan ruang laut, konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil serta pengelolaan jasa kelautan.

Hal yang sama juga disampaikan Dedi Adhuri yang juga peneliti kebudayaan masyarakat pesisir dari LIPI. Menurutnya, pemetaaan laut, selain diatur dalam konstitusi, juga harus ada kemanfaatan bagi komunitas dan bagaimana perbaikan pada penataan ruang yang tidak hanya menggunakan pendekatan top down.

“Kalau teman-teman ingin melakukan hal yang sama di Teluk Bone, teman-teman bisa berdiskusi dengan ILLMA. Mereka sudah memetakan wilayah kelola laut lebih dari 200 kampung, desa, negeri di Maluku dan Papua. Termasuk sudah ada peraturan penguatan kampungnya,” ujar Dedi Adhuri mengapresiasi kegiatan DISKUSI SORE seri Pesisir Laut dan Pulau-Pulau Kecil.

Diakhir sesi, Direktur Eksekutif Wallacea mengatakan, kegiatan ini merupakan pengembangan program organisasi di issu pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. “saya berharap diskusi ini bisa diramu dengan baik, kalau bisa berkala dengan membahas secara spesifik baik itu pesisir laut, dan uji coba modul pemetaan partisipatif untuk mengenali lebih jauh model penataan ruang pesisir. Mudah-mudahan bapak dan ibu yang peduli dengan issu pesisir dan pulau-pulau kecil bisa berbagi di forum selanjutnya.”

Rahman Dako menawarkan peluang program yang memungkinkan dilakukan oleh CSO dalam pengelolaan ruang laut, pesisir dan pulau-pulau kecil, misalnya, pemetaan partispatif, survey, perencanaan partisipatif, pembentukan/penguatan kapasitas kelompok melalui pelatihan, studi banding (magang), pembuatan demonstration plot penyusunan tata ruang desa, penyusunan SK desa untuk penataan ruang desa (termasuk laut) dan pembentukan kelompok pengawas (pengelola).

Turut hadir dalam dikusi ini antara lain dari unsur pemerintah, peneliti, akademisi, dan jaringan CSO baik lokal maupun regional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea