Presiden Jokowi Tetapkan 9 Hutan Adat Seluas 3.341 Hektar
Tepat tanggal 25 Oktober 2017, di Istana Negara, dihadapan ratusan komunitas dan pegiat hutan adat, Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menyerahkan 9 SK Penetapan Hutan Adat kepada masing-masing komunitas. Penyerahan SK Penetapan dirangkaikan dengan pembukaan Konferensi Tenurial Reformasi Penguasaan Tanah dan Pengelolaan Hutan Indonesia Tahun 2017.
Kesembilan hutan adat yang diserahkan SK-nya oleh Presiden Jokowi tersebar beberapa pulau, yaitu Jambi, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, dengan total luasan mencapai 3.341 hektare.
“Semangat reforma agraria dan perhutanan sosial adalah bagaimana lahan dan hutan yang merupakan bagian dari sumber daya alam Indonesia dapat diakses oleh rakyat dan dapat menghadirkan keadilan ekonomi dan menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat,” ujarnya.
Persoalan mengenai sengketa tanah sebagaimana yang sering Presiden ungkapkan sesungguhnya juga sering terjadi pada masyarakat-masyarakat adat dalam kaitannya dengan pengelolaan hutan adat. Oleh karenanya, sejak beberapa waktu lalu, program reforma agraria digulirkan oleh pemerintah.
“Pemerintah menargetkan alokasi untuk perhutanan sosial 12,7 juta hektar. Intinya adalah untuk kelompok-kelompok masyarakat marginal, kelompok-kelompok nonelit, dan mereka yang membutuhkan akses dan keadilan ekonomi sehingga ketimpangan dan kesenjangan bisa kita tekan,” tegas Presiden Jokowi.
Jokowi juga menyerahkan hak pengelolaan kepada sembilan pengelola hutan desa. Lokasinya berada di Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengah. Total luas wilayahnya mencapai lebih dari 80 ribu hektare yang dihuni hampir 4930 keluarga.
Melalui konferensi skala internasional yang diselenggarakan pada 25-27 Oktober 2017 ini, Presiden berharap lahirnya rumusan dan peta jalan yang dapat diterapkan oleh pemerintah pusat dan daerah, masyarakat sipil, dan para pelaku usaha dalam rangka mempercepat program reforma agraria.
“Terutama peta jalan yang dapat menunjukkan arah yang pasti dan berkelanjutan untuk memberikan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat,” ia menjelaskan.
Dalam acara tersebut, pemerintah turut menegaskan pengakuan hutan adat kepada 9 kelompok masyarakat hukum adat. Selain itu, turut diberikan pula hak pengelolaan hutan desa kepada 9 lembaga pengelola hutan desa.
“Hari ini kembali kita tegaskan pengakuan hutan adat yang secara keseluruhan ada 9 kelompok masyarakat hukum adat. Kita resmikan pengakuan hutan adatnya dengan area seluas 3.341 hektar. Sudah diserahkan tadi sekaligus pemberian secara langsung hak pengelolaan hutan desa kepada 9 lembaga pengelola hutan desa seluas 80.228 hektar. Ini bukan angka yang kecil dan akan kita teruskan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo menyampaikan pesannya kepada para penerima hak kelola hutan agar sesegera mungkin membuat perencanaan bisnis dan konservasi lahan hutan yang telah diterimanya. Tentunya Presiden tidak menginginkan lahan-lahan perhutanan sosial yang hak pengelolaannya telah diberikan menjadi percuma karena tidak digarap dengan produktif.
“Jangan sampai ini sudah diserahkan kemudian hutannya tidak produktif jadi percuma. Kita menyerahkan ini tujuannya jelas agar hutan ini produktif, entah untuk hutan wisata, pemanfaatan sumber daya alam, dan bisa memberikan pendapatan kepada masyarakat di sekitar hutan ini. Saya kira arahnya ke sana,” tutur Presiden.
Terakhir, Kepala Negara juga memberikan selamat kepada para penerima hak pengelola hutan desa yang telah mendapatkan akses legal perhutanan sosial. Ia juga mengajak para pemangku hutan adat untuk bekerja sama demi kesejahteraan rakyat.
“Kita semua harus bekerja sama mewujudkan hak-hak rakyat dalam pengelolaan hutan demi generasi masa kini dan masa datang,” tutupnya.
Target Realistis 4,4 Juta Hektare
Pada kesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bahwa target pemerintah dalam bentuk Perhutanan Sosial seluas 12,7 hektar dan Reforma Agraria seluas 9 juta hektar merupakan cita-cita dalam semangat Nawacita yang ditegaskan dalam RPJMN 2015-2019, guna dapat menjawab tantangan beragam pola penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam rakyat secara lestari di perdesaan seperti wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pertanian dan perkebunan, wanatani rakyat dan wilayah adat.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan target 12,7 juta hektare lahan perhutanan sosial tidak bakal tercapai. Ia beralasan, 12,7 juta hektare itu adalah angka yang muncul pada masa transisi kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, jumlah itu tidak realistis untuk bisa dituntaskan dalam waktu lima tahun. Setelah diverifikasi di lapangan, maksimal target yang bisa direalisasikan sebesar 5 juta hektare.
“Waktu di periode transisi, itu mintanya 40 juta hektare. Memang bisa 40 juta diselesaikan 4-5 tahun? 12 juta bisa diselesaikan? Kantidakrealistik itu. Itu adalah cita-cita, karena habis itu tidak ada lagi, tidak nambah lagi, 12,7 itu secara menurut konsep di transisi. Dalam perjalanannya kan kita harus konfirmasi ke lapangan, implementasinya bagaimana kalau lihat progress bulanannya, itu paling kita bisa selesaikan sampai 2019 itu kira-kira 4,4 juta. Saya sih bilang, oke deh kita kejar sampai 5 juta,” kata Siti usai pembukaan Konferensi Tenurial 2017 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Siti merinci realisasi hutan sosial yang telah didistribusikan mencapai 1,08 juta hektare. Kata dia, dalam waktu dekat akan ada tambahan 900an ribu hektare lahan yang saat ini masih dalam proses verifikasi.
“Yang sedang diteliti dan dicek di lapangan, ada persoalan sosial apa tidak, kegiatannya apa, didampingi oleh pendamping, itu ada 960 ribu itu yang hutan sosial. Jadi kira-kira bisa lebih dari 2 juta hektare ya. Kita masih harus kejar lagi berarti untuk sampai ke 4,4 – 5 juta.”
Sementara untuk program reforma agraria, KLHK mendapat penugasan pelepasan kawasan hutan sebanyak 4,1 juta hektare. Menurut Siti baru sekitar 750 ribu hutan yang berhasil dilepaskan, dan sudah identifikasi kira-kira ada 4.385 juta dan sekarang itu sudah keluar 750 ribu sekian.(*)
Daftar Penetapan Hutan Adat Selama 2 Tahun (2016-2017)
Penyerahan SK Hutan Adat (30 Desember 2016) :
- Hutan Adat Ammatoa Kajang, Desa Tanah Towa, Desa Pattiroang, Desa Malleleng dan Desa Bonto Baji, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, luas kurang lebih 313,99 Ha;
- Hutan Adat Marga Serampas, Desa Rantau Kermas, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, luas kurang lebih 130,00 Ha
- Hutan Adat Wana Posangke, Desa Taronggo, Kabupaten Morowali Utara, luas kurang lebih 6,212 Ha
- Hutan Adat Kasepuhan Karang, Desa Jagaraksa, Kabupaten Lebak, luas kurang lebih 486 Ha
- Hutan Adat Bukit Sembahyang dan Padun Gelanggang, Desa Air Terjun, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, luas kurang lebih 39,04 Ha
- Hutan Adat Bukit Tinggai, Desa Sungai Deras Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, luas kurang lebih 41,27 Ha
- Hutan Adat Tigo Luhah Permenti Yang Berenam, Desa Pungut Mudik, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, luas kurang lebih 276 Ha
- Hutan Adat Tigo Luhah Kemantan, Desa Kemantan Kabalai, Desa Kemantan Tinggi, Desa Kemantan Darat, Desa Kemantan Mudik, Desa Kemantan Raya, Desa Kemantan Agung, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, luas kurang lebih 452 Ha
- Hutan Adat Tombak Haminjon (Kemenyan) Desa Padumaan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, luas kurang lebih 5172 Ha
Penyerahan SK Hutan Adat (25 Oktober 2017):
- Hutan Adat Marena (Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah) seluas 1.161 hektare
- Hutan Adat Tapang Semadak, (Sekadau, Kalimantan Barat) seluas 41 hektare,
- Hutan Adat untuk Dua komunitas di Desa Batu Kerbau (Bungo, Jambi) masing-masing 323 dan 326 hektare.
- Hutan Adat Senamat Ulu (Bungo, Jambi) 223 hektare
- Hutan Adat Baru Pelepat, (Bungo, Jambi) seluas 1.066 hektare
- Hutan Adat Juaq Asa, (Kutai Barat, Kalimantan Timur) seluas 49 hektare
- Hutan Adat Ngaol, Merangin, (Jambi) 278 hektare
- Hutan Adat Merangin, Merangin, (Jambi) luas 525 hektare
Cerita dari Alam
- Film Dokumenter
- Insights
- Komunitas Lokal
- Kreatifitas
- Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat
- Media Rakyat
- Membangun Gerakan Rakyat
- Mitra Perkumpulan Wallacea
- Pemberdayaan Perempuan
- Pendidikan Hukum Rakyat
- Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Agraria
- Pengetahuan Ekologi Tradisional
- Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif
- Perkumpulan Wallacea
- Perlindungan Anak dan Pemenuhan Hak Anak
- Radio Komunitas
- Wallacea
- World