imagesLaporan: Hajar Alfarisy

Selama ini gerakan perjuangan petani selalu membicarakan konflik agraria terkait hak wilayah kelola yang juga berhubungan dengan kasus hukum. Pertanian organik menjadi suatu model untuk sampai pada tahap pemenuhan peningkatan ekonomi petani namun jarang dibicarakan secara serius.  Hal ini disampaikan oleh Armin Salassa pendiri Komunitas Swabina Petani Salassae (KSPS)  Kabupaten Bulukumba pada Temu Kader Pendamping Hukum Rakyat dan Konsolidasi Petani Se Sulawesi Selatan, di Liku Dengen Uraso , Kabupaten Luwu Utara (26/03/12).

”Di Bulukumba jika dihitung  ada sekitar Rp  1 Triliun uang yang digunakan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan pupuk kimia, jika dibandingkan dengan pertanian organik setiap masyarakat dengan modal Rp 80 ribu rupiah bisa mengelola lahan mereka selama 6 kali pengolahan. Semua bahan yang digunakan juga berasal dari alam. Bahan pembuat Nitrogen, Pospor, Kalium, Kalsium, Kompos serta Obat Herbal bisa dibuat oleh petani,” ungkapnya didepan sekitar 80-an peserta Kader PHR dan Konsolidasi Petani Se Sulawesi Selatan.

_MG_4467Lebih lanjut, Armin menjelaskan, dua tiga tahun kedepan pemerintahan Jokowi menargetkan swasembada pangan, sementara kebijakan pemerintah tidak pernah berubah, pemerintah masih tergantung pada kekuatan modal yang menguasai dan mencekik kehidupan petani. Tak ada harapan terhadap pemerintah sehingga konsolidsi petani adalah menumpukan semua harapan petani dengan kekuatannya sendiri.

Menurutnya dari data terakhir di Bulukumba, penghematan di Salassae Bulukumba dengan pertanian organik mencapai Rp 250 juta rupiah. ”Kalau ingin memperluas efek Pendamping Hukum Rakyat dan Petani. Kita harus melakukannya sesegera mungkin, bersama sama dengan petani menjadikan pertanian organik sebagai  model perjuangan petani, ini bisa dilakukan dengan santai, “  tutupnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea