Warga Battang Barat Sudah Antisipasi Longsor
Perkumpulan Wallacea – Jika melihat video warga yang beredar di media sosial beberapa jam setelah kejadian nahas longsor terjadi pada Jum’at (26/06/2020), tidak sedikit dari kita yang percaya jika musibah longsor yang memutus jalan penghubung Palopo-Toraja itu tidak ada korban jiwa. Tidak kurang dari 60 meter badan jalan terputus.

Warga Battang Barat sudah melakukan antisipasi sejak dua bulan lalu saat terjadi penurunan tanah di badan jalan yang longsor sekarang ini dan retakan-retakan yang ada di sekitarnya. Warga saling membantu memindahkan barang-barang isi rumah dan mengungsi ke rumah keluarga yang dianggap aman. Rumah yang terkena longsor sudah lama tidak ditinggali pemiliknya.
Saat ini retakan di kedua ujung patahan yang juga berpotensi mengalami longsor susulan. Diperkirakan akan memutus 30 meter badan jalan lagi, jika itu benar-benar terjadi.
Saat di lokasi, terlihat aktivitas petugas Pekerjaan Umum (PU). Ada yang mengukur panjang longsoran, ada juga yang memotret lewat drone. Kami tidak sempat berbincang dengan mereka, tidak mau mengganggu. Kemungkinan saja, semua itu sebagai bagian dari pesiapan solusi jembatan gantung sebagai jalur alternatif dan mencari jalur yang tepat untuk menghubungkan jalur nasional tersebut secara permanen.
Menurut Zainal Ahmadi yang akrab disapa Bapak Wiwi, jauh sebelum longsor terjadi warga sudah ada antisipasi. Sekitar bulan April 2020, tanah turun sekitar satu meter dan beberapa ruas jalan sudah ada retakan. Warga sudah melakukan antisipasi. Rumah-rumah yang berada di retakan dan mengalami penurunan sudah harus dikosongkan. Malah mengingatkan pemakai jalan yang masih banyak lalu lalang supaya tetap waspada saat melintas. Tak ayal, akibat kecerobohan pengendara akhirnya ada beberapa mobil yang terbalik.

“Sebenarnya sejak jalan ini ada yang turun dan retak pemerintah sudah harus mengambil langkah. Mengurangi kendaraan yang melintas dan membatasi muatannya. Sejak ada retakan sudah tiga mobil terbalik. Satu mobil kampas enam roda, satu mobil truk enam roda pedagang bawang merah, dan satunya lagi mobil pick up empat roda pengangkut tomat,” begitu cerita Bapak Wiwi sembari memperlihatkan rekamann video di handphone miliknya.
Malah dia sempat marah kepada salah seorang sopir mobil kampas yang lewat saat itu. Ternyata, kemarahannya itu untuk mencegah ada korban, tapi tetap keras kepala. ‘’Jangan mi kesana tabbale ko nanti. Tapi mataggeng –keras kepala,- apa pi jatuh betul. Sebenarnya kasihan ka juga marahi tapi emosika juga,” katanya mengenang kejadian sekitar satu atau dua bulan sebelum longsor. Lokasi sekarang, kayaknya jadi tempatnya sopir ma-cross, susah lewat kalau tidak full gas.
Menurut Mirdat, sudah perlu ada penegasan dari pemerintah untuk membatasi beban kendaraan yang melintas. ‘’Jangan lagi terlalu berat. Getarannya pasti akan berpengaruh terhadap kondisi tanah,’’ ujarnya.

Dalam ingatan warga, kejadian longsor ini adalah kali ketiga di Battang Barat. Pertama di tahun 1987, kedua 2009 dan sekarang tahun 2020. Semuanya terjadi secara alami. Kalau di 2009 longsor terjadi pada malam hari dan menewaskan 13 korban. Saat itu, semua korban sedang berkumpul menonton motor GP. Sedangkan longsor pada Jum’at lalu (26/06/2020) terjadi sekitar pukul 16:00 wita.
Tidak ada korban jiwa dalam musibah kali ini, Jauh sebelumnya warga telah memprediksinya. Mereka terus memantau pergerakan tanah setiap saat. Bahkan sehari sebelum longsor terjadi, tim riset telah melakukan pengukuran lapisan tanah. Mereka memeriksa struktur tanah demgan cara mengebor dan mengambil sampel tanah hingga kedalaman 20 meter. Kesimpulannya tanah tak ada batu, dan kemungkinan akan terjadi longsor.
Dari penaksiran warga, seperti yang disampaikan Daming yang disapa Bapak Eva, kalau kerugian ditotal barangkali mencapai satu miliar. Hitung saja, ada 9 rumah yang hancur belum lagi lahan warga yang tersapu longsor. Ada yang berisi durian, cengkeh, vanili, dan tanaman lainnya.

Hanya Bapak Eva meminta kepada semua pihak supaya tidak menambah beban psikologis warga Battang Barat yang saat ini dilanda musibah dengan menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai kondisi.
“Sebenarnya pemerintah keliru besar saat berkomentar di televisi dengan mengatakan longsor terjadi akibat alih fungsi lahan. Mereka sangat menyakiti kami dengan pernyataan itu. Kami sudah sakit dengan musibah Corona, lalu sakit akibat musibah longsor ini. Masa lana tambai pa -jangan lagi di tambahi,- dengan tuduhan alih fungsi lahan,” tegas Bapak Eva. #
Cerita dari Alam
- Film Dokumenter
- Insights
- Komunitas Lokal
- Kreatifitas
- Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat
- Media Rakyat
- Membangun Gerakan Rakyat
- Mitra Perkumpulan Wallacea
- Pemberdayaan Perempuan
- Pendidikan Hukum Rakyat
- Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Agraria
- Pengetahuan Ekologi Tradisional
- Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif
- Perkumpulan Wallacea
- Perlindungan Anak dan Pemenuhan Hak Anak
- Radio Komunitas
- Wallacea
- World