Warga di Dua Desa Danau Matano Harapkan Penataan Ulang Tata Ruang Desa
Laporan: Acep Crissandi dari Nuha
Dua desa yang berada di sekitar Danau Matano saat ini sedang melakukan proses pemetaan tata guna lahan berupa wilayah perlindungan, pemukiman dan akitivitas sosial, dan wilayah kelola, dan peta adminitratif desa. Hal ini sesuai dengan amanah UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No. 27 Tahun 2006 tentang Penegasan Penetapan dan Penegasan Batas Desa. Selain itu peta yang berisi tentang pembagian tata ruang di dalam kedua desa diharapkan dan dapat menyelesaikan tumpang tindih lahan kelola warga dan kawasan hutan lindung.
“Pemetaan desa yang saat ini dilakukan oleh dua desa Matano dan Nuha sesuai dengan amanat UU Desa no. 6 tahun 2014 dan Permendagri no. 27 tahun 2006, dan diharapkan pula ada sinergitas antara warga desa dan pemerintah daerah nantinya dalam penetapan tata ruang,” ujar Koordinator Program Perkumpulan Wallacea dalam Pertemuan Multi Pihak Penataan Lahan dan Perlindungan Ekosistem DTA Danau Matano Kabupaten Luwu Timur Secara Berkelanjutan (01/06/2016), di Aula Pertemuan Kantor Kecamatan Nuha. Kegiatan ini kerjasama Perkumpulan Wallacea dan Perhimpunan Burung Indonesia dalam kerangka Perlindungan Ekosistem Wallacea.
Sejumlah warga juga mengharapkan adanya penataan ulang tata ruang desa. Seperti yang diungkap Kepala Desa Matano Jhonlis.Dia sangat menyayangkan desa yang dipimpinnya berada dalam kawasan hutan lindung. Padahal, lanjut Jhonlis menambahkan, Matano yang dikenal telah lama dihuni warga selama ratusan tahun senantiasa kesulitan dalam mengelola lahan karena adanya kekhawatiran terhadap batas hutan lindung. Hingga perlu ada peninjauan ulang tentang batas antara wilayah perlindungan dan wilayah kelola masyarakat.
“Saya sepakat dengan teman-teman pendamping dari Perkumpulan Wallacea yang membuat terobosan tentang masalah yang ada di masyarakat dalam bentuk pemetaan desa. Saya hanya menyarankan bagaimana BKSDA melihat potensi masyarakat, dan menyiapkan lahan kelola untuk masyarakat, hingga tak ada lagi masalah dilapangan,” kata Jhonlis.
Hal senada juga disampaikan Muara Kepala Dusun Pangempa Desa Nuha yang terlibat aktif dalam proses pemetaan yang didampingi Perkumpulan Wallacea. Pemetaan yang saat ini proses sangat dibutuhkan warga desa Nuha untuk menentukan pembagian ruang desa, baik wilayah pemukiman, produksi, area lindung, hingga perencanaan ruang kedepan.
“Selama ini kami melihat pemasangan patok yang dilakukan Kehutanan tidak sebagaimana mestinya, hingga banyak perkebunan kami masuk dalam kawasan hutan lindung, saya sepakat dengan teman-teman Wallacea yang telah mendampingi kami selama beberapa bulan membantu membuat peta desa,” ujar Maura.
Hingga saat ini nyaris keseluruhan wilayah Desa Nuha dan Matano masih berstatus kawasan hutan lindung. Pemetaan yang dilakukan warga di dua desa ini akan menjadi tawaran perubahan tata ruang wilayah dan menjadi aturan dalam Peraturan Desa. (*)
Cerita dari Alam
- Film Dokumenter
- Insights
- Komunitas Lokal
- Kreatifitas
- Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat
- Media Rakyat
- Membangun Gerakan Rakyat
- Mitra Perkumpulan Wallacea
- Pemberdayaan Perempuan
- Pendidikan Hukum Rakyat
- Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Agraria
- Pengetahuan Ekologi Tradisional
- Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif
- Perkumpulan Wallacea
- Perlindungan Anak dan Pemenuhan Hak Anak
- Radio Komunitas
- Wallacea
- World