Pentingnya Integrasi GESI dalam Tata Kelola SDA

PERKUMPULANWALLACEA.WORDPRESS.COM, PALOPO –’Beberapa diantaranya kekerasan berbasis gender pada konflik sumber daya alam dan hak hidup berkelanjutan, dimensi budaya dengan penghilangan persatuan dan gotong royong, termasuk menimbulkan pola-pola resistensi terhadap perempuan yang beragam,” tegas Yuni Chuzaifah yang juga Konsultan Gender MADANI pada Diskusi Kamisan Gender dan Inklusi Sosial (26/08/2021) bertema ‘’Kompleksitas Tata Kelola Sumber Daya Alam Dalam Telisik Keadilan Gender dan Keadilan Sosial.’’

Misan dari Simpulmadani-KMAGO sebagai moderator mengantar diskusi dengan baik. Menurutnya, perempuan dan sumber daya alam adalah kedua hal yang tidak bisa dipisahkan. Terlebih perempuan punya peran yang sangat signifikan dalam pengelolaan sumber daya alam. Penghancuran terjadi karena ada relasi kuasa ekonomi politik. Sesungguhnya penghancuran Lingkungan Hidup adalah penghancuran kemanusiaan itu sendiri, serta merupakan penghancuran perempuan.

Diskusi yang dihadiri ratusan peserta itu dikemas secara daring via Zoom Meeting dan berlangsung sejak siang hingga sore hari menghadirkan tiga pembicara yaitu Yuni Chuzaifah yang juga Konsultan Gender MADANI, Siti Maimunah (PhD candidate) yang juga Pakar Lingkungan dan Perempuan, dan Hamsaluddin Program Manager dari Perkumpulan Wallacea

Sebagai pembicara pertama, Yuni Chuzaifah menyampaikan pentingnya mengawal bersama integrasi GESI dalam tata kelola sumber daya alam. Menurutnya, integrasi GESI dalam sumber daya alam perlu dikawal bersama. Ini penting karena terdapat banyak hal yang mengabaikan isu gender/GESI dibalik tata kelola SDA.

Pembicara kedua, Pakar Lingkungan dan Perempuan, Siti Maimunah (PhD candidate) mengatakan kalau selama ini kita hidup dalam rezim ekstraksi, terutama sejak masa Soeharto. Dimana negara-negara merampas dengan mengorbankan rakyat.

‘’Saya fikir transmigrasi termasuk didalamnya. Mereka ditempatkan di dekat tambang, sungai dan lain-lain. Kombinasi tersebut pada gilirannya didukung oleh ekspor beberapa komoditas ekstraktif, termasuk minyak, gas, kayu, perikanan, perkebunan dan mineral,’’ ujar Siti Maimunah.

GESI menjadi Prinsip Perkumpulan Wallacea

Selanjunya pembicara ketiga, Hamsaluddin, Manager Program Perkumpulan Wallacea berbagi pengalaman pengintegrasian gender dan inklusi sosial kedalam organisasi dan program kerja Perkumpulan Wallacea dengan materi berjudul ‘’Perebutan Hak Atas Ruang Kehidupan Masyarakat.’’ Ia mencoba memotretnya dalam perspektif GESI.

Dalam paparannya, Ancha menunjukkan sebaran lokasi dampingan Perkumpulan Wallacea di 3 kabupaten/kota, 20 desa/kelurahan, 14 komunitas masyarakat hukum adat, dan 6 masyarakat lokal/transmigrasi melalui peta.

‘’Penting pula untuk diketahui bahwa masyarakat yang kami dampingi hampir keseluruhan memiliki konflik sumber daya alam. Karena sebagian besar berada didalam dan sekitaran hutan yang rentan akan pemiskinan, pelemahan dan perampasan dan pembatasan hak serta penghilangan aset,’’ tegasnya sembari menambahkan bahwa konsep GESI sudah diatur dalam statuta Perkumpulan Wallacea yang tertuang sangat jelas dalam prinsip.

‘’Dalam proses pendampingan lapangan, anggota Perkumpulan Wallacea dituntut menghargai prinsip HAM, keadilan antar generasi, non diskriminasi dan kesetaraan dalam kemitraan,’’ kunci Ancha diakhir sesi. #

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi Kami

Hubungi kami dengan kontak langsung Atau Via Medsia Sosial perkumpulan Wallacea