Peringati Hari Sumpah Pemuda, Warga Battang Barat Gelar Diskusi Kampung dan Pembersihan Sungai
Laporan : Hajar Alfarisy
Selama dua hari, 27-28 Oktober 2014, Warga Kampung To Jambu atau Kelurahan Battang Barat, Kota Palopo melakukan diskusi kampung sekaligus pembersihan sungai di wilayah mereka, agenda ini merupakan inisiatif masyarakat bersama dengan Perkumpulan Wallacea Kota Palopo dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda. Kegiatan ini juga melibatkan beberapa organisasi kemahasiwaan, diantaranya Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) STAIN Palopo, MAPALA STIEM, MAPALA Universitas Cokroaminoto (UNCP) serta Pengurus BEM STAIN Palopo. Hadir dalam kegiatan tersebut sekitar 50 peserta.
Diskusi kampung dilaksanakan pada malam hari dan dipusatkan di depan Kantor Lurah Battang Barat dengan mendirikan tenda/kemah bersama. Pemutaran Film Dokumenter mengenai Kearifan Lokal Masyarakat Komunitas To Jambu menjadi pembuka dalam kegiatan tersebut. Dalam diskusi, warga mengungkapkan bahwa konflik klaim dengan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menjadikan masyarakat Battang Barat tidak sepenuhnya mendapat pelayanan dari pemerintah Kota Palopo, mereka merasa hidup dalam keadaan tidak nyaman, padahal jauh sebelum BKSDA masuk mereka sudah lama bermukim di Wilayah To Jambu.
Salah seorang warga mengungkapkan, pernah di sini ada perencanaan pembangunan Puskeskel (Pusat Kesehatan Kelurahan ) namun tidak mebdapat dukungan dari pemerintah Kota karena lokasinya masuk dalam kawasan BKSDA, padahal jarak kampung kami jauh dengan Kota Palopo lebih dari 20 KM. Kami menyampaikan ini kepada semua yang hadir bahwa di Kota Palopo ini ada daerah yang mengalami kejadian seperti ini.
“Kami ingin agar kearifan lokal dalam pengelolaan kampung diketahui oleh pihak manapun, kami sebagai warga yang hidup di sekitar hutan tidak mungkin merusak tempat kami hidup, oleh karenanya kami bukan perambah hutan,” ungkap Ayyub Tomatua To Jambu.
Dalam pertemuan tersebut mahasiswa memberikan dukungan terhadap apa yang dilakukan warga To Jambu. “Ini soal hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi oleh pemerintah, dalam hal konflik klaim dengan BKSDA, pemerintah harus serius sebab selama ini banyak kebutuhan masyarakat yang diabaikan baik lewat pelarangan mengelola wilayah juga pembangunan infrastruktur fasiltas umum warga,” ungkap Rusdi Presiden BEM STAIN Palopo.
Di siang harinya pembersihan sungai dilakukan secara bersama-sama, mulai dari Bambalu hingga ke Puncak km 26 Battang Barat.
Menurut Daming Amu, Ketua RW II, kegiatan semacam ini sesungguhnya bukanlah kegiatan situasional, bukan hanya karena adanya momentum sumpah pemuda, melainkan kegiatan ini sesunguhnya adalah kearifan lokal masyarakat Battang Barat yang sering dilakukan oleh nenek moyang mereka sejak dahulu kala. Ada nilai bersama yang kemudian menjadi pemahaman masyarkat, dimana saat itu masyarakat mengalami kekurangan makanan, karenanya mereka harus turun ke sungai untuk membersihkan sungai. Semua itu, mencerminkan bahwa masyarakat di sini memilki kearifan lokal tersendiri yang tak memisahkan kelestarian lingkungan termasuk sumber daya air dengan kebutuhan hidup kami,” tuturnya.
Untuk diketahui konflik dengan BKSDA mulai terasa sejak penangkapan salah seorang warga yang membangun rumah di wilayah Konservasi tahun 2010, akses masyarakat terhadap wilayah kelolanya semakin terbatas. Saat ini warga To Jambu terus berjuang agar pemerintah mengakui hak mereka. Sementara saat ini juga dibangun PLTMH dan air sungai Bambalu juga merupakan sumber air untuk PDAM wilayah Kota Palopo, kearifan masyarakat menunjang penjagaan lingkungan tanpa mengabaikan kebutuhan ekonomi mereka.
Cerita dari Alam
- Film Dokumenter
- Insights
- Komunitas Lokal
- Kreatifitas
- Masyarakat Hukum Adat dan Hutan Adat
- Media Rakyat
- Membangun Gerakan Rakyat
- Mitra Perkumpulan Wallacea
- Pemberdayaan Perempuan
- Pendidikan Hukum Rakyat
- Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Agraria
- Pengetahuan Ekologi Tradisional
- Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif
- Perkumpulan Wallacea
- Perlindungan Anak dan Pemenuhan Hak Anak
- Radio Komunitas
- Wallacea
- World